Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Ombak (PLTO) generasi ketiga, yaitu PLTO yang terapung di tengah laut.
"PLTO terapung di laut akan mengurangi banyak biaya konstruksi," kata Kepala Seksi Uji Komputasi Dinamika Pantai BPPT Aris Subarkah di sela kunjungan ke Energy Techno Park di Parang Racuk,
Yogyakarta, Kamis.
Ia mengakui, investasi PLTO konvensional (generasi 1 dan 2) cukup mahal, untuk riset PLTO BPPT dengan kapasitas 1 kW memerlukan dana Rp500 juta, sebagian besar digunakan untuk membangun konstruksi di tebing pantai.
Harga listrik dari PLTO juga terhitung mahal. Untuk pembangkit dengan dengan mulut penangkap ombak pada garis pantai, menurut data UNDP, mencapai 10-20 sen dolar AS per kWh.
Sedangkan untuk pembangkit dengan mulut penangkap ombak dekat garis pantai harga listriknya sampai 8-15 sen dolar dan yang lepas pantai 6-15 sen dolar per kWh.
Menurut Aris Subarkah, jika dibangun di tengah laut di kedalaman lebih dari 10 meter, penangkap ombak akan lebih efisien karena mendapat terpaan ombak lebih besar dan bisa menghasilkan 10 kW.
Energi ombak, urainya, dibangkitkan melalui efek osilasi tekanan udara dalam ruang bangunan akibat fluktuasi pergerakan ombak yang masuk ke dalam ruang tersebut.
Energi tersebut akan memutar turbin pembangkit listrik.
Menurut Aris, PLTO tidak bisa dibangun pada sembarang pantai, karena ada sejumlah karakteristik yang diperlukan, seperti kecepatan angin, durasi angin, dan panjang daerah pembangkitan.
Friday, 23 May 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment